Bank Indonesia mencatat jumlah kejahatan terbesar dalam
layanan perbankan elektronik adalah pembayaran menggunakan kartu. Otoritas
perbankan sendiri telah mewajibkan penerbit kartu kredit untuk menggunakan chip
pada 2010, dan untuk kartu debit/ATM selambatnya pada 2015.
Deputi Gubernur BI, Ronald Waas, menjelaskan, hingga Mei
tercatat 1.009 kasus fraud yang dilaporkan dengan nilai kerugian mencapai
Rp2,37 miliar. Jenis fraud paling banyak adalah kasus pencurian identitas dan
Card Not Present, masing-masing sebanyak 402 kasus dan 458 kasus. Masing-masing
kerugian nilainya Rp1,14 miliar dan Rp545 juta yang dialami oleh 18 penerbit.
Meski tindak kejahatan cukup tinggi, jika dibandingkan
dengan negara lain di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat rendah.
Berdasarkan data Master Card, peringkat fraud Indonesia berada di peringkat
kedua terendah di Asia Pasifik. Sementara itu, berdasarkan data Visa, peringkat
fraud Indonesia berada di posisi ketiga terendah dibandingkan dengan negara
lain di Asia Tenggara.
"Ini jauh di bawah Singapura dan Malaysia. Perhitungan
ini diperoleh berdasarkan nilai fraud dibagi dengan total nilai transaksi dalam
periode perhitungan," ujarnya.
Ronald menjelaskan, di Indonesia, kota-kota besar rawan
kejahatan perbankan. Untuk itu, kartu ATM dan debit harus menggunakan chip pada
2015 nanti. Indonesia sudah memiliki standar chip tersendiri. Saat ini, BI
bekerja sama dengan industri untuk membangun.
Ronald menambahkan, untuk mengurangi tindak kejahatan
tersebut, BI secepatnya akan menerapkan penggunaan chip pada kartu ATM serta
debit yang juga sudah digagas dan selambatnya harus dilakukan pada akhir 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar